Friday, June 27, 2014

Anakku Belajar

Anakku sedang tumbuh besar,
ia pintar dan belajar.

Ia belajar menulis
pada keningku
jadi garis

Ia belajar mewarnai
pada rambutku
jadi abu abu

Ia belajar menggunting dan menggulung
pada bawah mataku
jadi kantung

Anakku akan makin besar
ia makin pintar, makin banyak belajar
aku kanvas kertas yang pasti (makin) pudar.

Monday, June 23, 2014

Recto Verso: Keterbolakbalikan

Saya  ingin membahas recto verso.  Kenapa? Karena saya suka konsep ini sejak pertama mendengarnya beberapa tahun lalu.

Apa sih Rectoverso?

Kamu mungkin tahu Rectoverso adalah judul buku karangan Dewi 'Dee' Lestari (dan judul film yang diangkat dari buku yang sama).  Tapi apa sih sebenarnya makna recto verso?  Kalo kata Wikipedia, asal kata recto dan verso bisa dilacak sampai pada masa penggunaan papirus. Dulu, untuk bisa dipakai menulis, satu lembar papirus sebenarnya terdiri dari dua lapis kulit yang ditumpuk.  Pada dua lapis kulit ini, ditaburkan atau direkatkan butiran-butiran halus sebagai tekstur.  Butiran tersebut ditabur secara vertikal di satu sisi, dan secara horizontal di sisi lain.  Sisi yang ditaburi secara horizontal disebut recto dan sisi yang ditaburi secara vertikal disebut verso.  Jadi, recto-verso adalah istilah untuk menyebut halaman depan dan belakang selembar kertas.  Istilah recto-verso ini masih digunakan dalam bahasa Perancis untuk menyebut 'dua sisi pada selembar kertas'.  Terjemahan yang ekuivalen untuk recto-verso dalam bahasa Inggris adalah 'front-and-back'.  Dengan demikian, istilah yang paling cocok dan ekuivalen dalam bahasa Indonesia untuk menyebut recto-verso adalah 'bolak-balik'.

Untuk Apa Istilah Ini?

Pada perkembangannya, istilah recto dan verso ini digunakan untuk menyebut halaman pada selembar kertas atau pada buku.  Halaman recto adalah halaman pertama.  Halaman verso adalah halaman kedua. Oleh sebab itulah sisi recto umumnya bernomor halaman ganjil, sementara sisi verso bernomor halaman genap.  Bayangkan selembar kertas, sisi recto adalah sisi kiri kertas, verso adalah sisi kanan.  Sekarang bayangkan kertas itu merupakan bagian dari buku yang terbuka.  Sisi recto biasanya menjadi halaman yang ada di sisi kanan buku, sementara verso adalah halaman yang ada di sisi kiri. (Saya bicara menggunakan standar penulisan dari kiri ke kanan seperti bahasa Indonesia atau Inggris, bukan dari kanan ke kiri seperti bahasa Arab.  Pada penulisan dari kanan ke kiri, sisi recto adalah sisi kanan sebab halaman pertama berada di sisi kanan).  Agar lebih mudah mengingatnya, sisi recto adalah halaman pertama, halaman ganjil, dan verso adalah sebaliknya.

Di dunia percetakan, pada masa-masa awal kemunculannya, sebuah tulisan dicetak dengan menggosok bagian belakang lembar kertas yang akan ditulisi.  Jadi, pada masa itu, hanya satu sisi yang bisa berisi tulisan dan diberi nomor halaman, sisi belakangnya dibiarkan kosong.  Sisi halaman yang bertulisan ini disebut sisi recto sementara sisi yang kosong disebut verso. Bahkan pada masa-masa awal pencetakan bolak balik, meski kedua halaman pada selembar kertas berisi tulisan, yang diberi nomor halaman hanya halaman recto saja, halaman verso atau halaman belakang tidak dinomori.

Istilah ini kemudian digunakan juga di dunia seni, terutama seni lukis dan seni rancangbangun (arsitektur).  Di dunia seni lukis, istilah rectoverso digunakan untuk menyebut media yang berisi lukisan (atau digambari) pada kedua sisinya; misalnya, pada buku sketsa dimana halaman depan dan belakang berisi tulisan/lukisan/gambar.  Contoh lain untuk penggunaan konsep rectoverso pada dunia seni adalah uang, baik uang kertas maupun uang logam atau koin.  Uang sebagai media seni (lukis maupun pahat) merupakan media rectoverso karena kedua sisinya berisi gambar.  

Di dunia seni, kemunculan dan penggunaan konsep rectoverso ini diawali oleh kebutuhan.  Pada masa ketika kertas atau kanvas sebagai media lukis sangat mahal, para seniman seringkali terpaksa melukisi kedua sisi media yang dimilikinya.  Kemudian, teknik ini berkembang sehingga lukisan pada kedua sisi media tersebut saling melengkapi, meski tetap terpisah.  Kalian yang pernah menonton film Marvel's Ironman yang diperankan Robert Downey Jr, mungkin ingat adegan ini.  Ketika Tony Stark ditawan oleh teroris dan pertama kalinya ia merancang perangkat Ironman, ia menggambar tiap bagian Ironman (lengan, kaki, badan, kepala) secara terpisah di beberapa lembar kertas tipis.  Ketika kemudian lembar-lembar kertas itu ditumpuk dan disinari dari belakang (atau bawah), muncullah gambar utuh Ironman.  Sekarang bayangkan bahwa gambar-gambar tersebut tidak dibuat  di beberapa kertas terpisah, melainkan pada selembar kertas, sebagian pada di sisi depan, sebagian lagi di sisi belakang.  Ketika disinari dan menjadi satu gambar utuh, itulah rectoverso.  Bahkan, ketika seniman lukis membubuhkan  tandatangannya di sisi belakang kanvas, ia secara tidak sengaja telah membuat lukisannya menjadi rectoverso.  Untuk contoh-contoh lain dan penjelasan lebih lanjut mengenai rectoverso di dunia seni, silakan lihat di rujukan no. 4 dan 5 di akhir tulisan ini.

Lalu, Apa Menariknya?

Bagi saya, konsep rectoverso menarik karena merupakan salah satu konsep yang mengusung keutuhan dan keseimbangan.  Singkatnya, rectoverso bagi saya merupakan bahasa lain untuk menyebut bahwa  segala sesuatu selalu berpasangan.  Selalu ada dua sisi pada satu keutuhan.  Kedua sisi ini boleh dimaknai sebagai saling bertentangan, jika kalian mau, tapi bagi saya kedua sisi ini justru saling melengkapi.  Selembar kertas memiliki sisi depan dan belakang.  Depan dan belakang itu bukan pertentangan, melainkan pelengkapan, sebuah pengutuhan.  Selembar KTP misalnya, tidak akan dianggap sah jika hanya memiliki sisi depan saja (biodata pemilik KTP) tanpa sisi belakang, meski sisi belakang KTP hanya bergambar peta Indonesia saja.

Konsep bolak-balik (dalam artian depan-belakang seperti istilah pada fotokopian, bukan dalam artian pulang-pergi seperti istilah pada perjalanan) ini menarik bagi saya karena keutuhannya hanya bisa dilihat di luar sistem.  Untuk yang belum memahami maksud saya, coba bayangkan Anda sedang melihat koin 1000 rupiah.  Anda tahu bahwa koin tersebut memiliki dua sisi yang bisa Anda bolak-balik.  Anda tahu bahwa koin itu utuh dengan kedua sisinya, satu bergambar Angklung, satu lagi bergambar Garuda.  Sekarang bayangkan bahwa Anda adalah gambar Angklung pada koin itu.  Anda mungkin tahu bahwa menempel di belakang Anda adalah si gambar Garuda, tapi Anda takkan bisa melihatnya.  Kecuali jika Anda menggunakan dua buah cermin seperti para tukang pangkas rambut.  Ketidakmampuan untuk melihat sisi lain dari diri inilah yang membuat saya tertarik pada konsep rectoverso.  

Ada beberapa hal yang selalu saya ingatkan pada diri sendiri ketika memikirkan tentang konsep rectoverso (keterbolakbalikan) ini.  Pertama, selalu ada kemungkinan bahwa ada satu sisi yang tidak bisa saya lihat.  Ini akan membuat saya lebih berhati-hati, sebab ketidakmampuan saya untuk melihat sisi tersebut membuat saya tidak bisa benar-benar menjadikannya variabel pertimbangan, sekaligus tidak bisa benar-benar mengabaikannya.  Intinya, pemikiran ini selalu mengingatkan  saya  bahwa saya tidak mengetahui segala hal.  Kedua, untuk melihat keutuhan (atau melihat secara utuh), kita perlu keluar dari sistem.  Kemampuan untuk berpikir di luar batasan sistem ini menurut saya penting.  Masalahnya, kadang kita tidak menyadari bahwa kita sedang berada dalam satu sistem tertentu.  Bahkan, meskipun kita sadar, seringkali kita tidak bisa melihat secara utuh karena kita tidak bisa keluar dari sistem tersebut.  Ini membawa saya pada poin ketiga: ketika kita tak bisa memandang dari luar sistem, maka kita harus dan pasti membutuhkan cermin untuk melakukannya.

Ketiga konsep diatas memang abstrak, tapi coba saja gunakan logika Anda untuk menerapkan ketiganya dalam satu kasus.  Mudah-mudahan Anda akan lebih memahami maksud saya.  Silakan bercermin. 

Rujukan:

1. http://en.wikipedia.org/wiki/Recto_and_verso
2. http://en.wikipedia.org/wiki/Obverse_and_reverse
3. http://forum.wordreference.com/showthread.php?t=349600
4. http://iggzah.blogspot.com/2008/04/recto-verso.html
5. http://mirappraisal.com/rectoverso-and-vice-versa-the-backstory-behind-a-famous-drawing/
6. http://www.tate.org.uk/learn/online-resources/glossary/r/recto-verso

Sunday, June 22, 2014

Relativitas II

waktu yang melaju
di luar beku
di dalam sampai

ketika melepaskan

saat adalah jerat
adalah jangkar sementara

masa memastikan

(puisi ini adalah untuk menunjukkan bahwa selain waktu, makna juga relatif, tergantung pada bagaimana kita membaca, tapi saya rasa tak perlulah saya jelaskan, silakan rasakan.)

Rectoverso II

sesungguhnya kita telah terlengkapi
--sebab Tuhan memasangkan hati dengan pasti--
tapi maaf, kau butuh cermin untuk melihat punggungmu sendiri.

Rectoverso

kita mencari cahaya
pada bentuk dan bayang

--aku bicara tentang refleksi,
cermin paling menyebalkan,
meski boleh saja kau baca sebagai gelap terang--

sebab kita tak bisa melihat cahaya
selain lewat pantulannya


Relativitas

Waktu
yang melaju di luar
beku di dalam
sampai

Ketika
melepaskan

Saat
adalah jerat
adalah jangkar
sementara

Masa
memastikan

Tandatanya [bukan mungkin adalah pasti]

tandatanya pada ujung doa
tak benarbenar ada
kurasa
harusnya

tidakkah doa bermakna [titikdua]

melarutkan diri pada rencana
setelah kepastian usaha diserahkan
pada Penguasa kemungkinan
[tandatanya]

mungkin bukan mungkin [titik]

Tentang Kepenulisan

Mereka yang menghidupkan kisah
mati berkali-kali
dibunuhi pemakna tiap kata dilepas ke udara

yang mereka hidupkan itu
yang tak mampu kau sampaikan
yang rusak jika kau simpan
yang diam-diam menekan

yang mencekik kerongkongan
sebab terlalu besar untuk kau telan
dan terlalu samar untuk dikeluarkan
: kata-kata yang ingin kau teriakkan namun tak pernah terdengar

Mereka pasti mati berkali-kali
sebab mereka mengisahkan emosi
sementara makna tak pernah sama
karena membaca adalah (dengan) rasa

Mereka memilih mati sebab tahu
udara selalu mengembalikan kata-kata
--entah sebagai apa--
untuk mereka hidup lagi

Tuesday, June 17, 2014

Kopi, Hujan, dan Percakapan

Aku dan Hatiku:

Tentang tirai waktu

Aku pada hatiku:
Percakapan tak bisa dibawa pulang dalam bungkusan.

Yang ada adalah kini, sebuah tabir
Yang lalu adalah memori, dan
Yang nanti menanti sampai menjadi kini
Yang kita bisa hanya menyimpan memori dan tak memaksa nanti  menjadi.
Ini sabar.

Tentang keterikatan yang membebaskan

Hatiku padaku:
Hujan masih belum mau berhenti. Jangan salahkan, ia pun bagian tekateki.

Ketika membebaskan, ketakutanmu bukan lagi keterikatan
Ketika belum mewujud, ia adalah tujuan
Ketika harap menjadi tidak, ia mungkin menghancurkan, tapi
Ketika ini, tidak ada pasti, segalanya  potensi.
Ini sadar.

Tentang janji yang tak menjanjikan; kemungkinan ketidakpastian

Aku dalam hatiku sendiri:
Kopiku telah usai, mari beranjak
Sudah saatnya percakapan ini jadi jejak;
Kesabaran yang sadar dan kesadaran yang sabar, memang tak banyak
Tapi hujan menyimpan sajak pada benak.


(saya merasa masih ada yang kurang dari tulisan ini, entah apa, seperti ada yang belum tersampaikan dengan sempurna.  Tapi biarlah, semoga nanti ia menunjukkan diri.)

Thursday, June 5, 2014

Diari

Menulisi pagi,
Hasil konferensi dengan refleksi:
Apa-apa yang pribadi,
Simpan dekat hati.
Labeli 'Authorized Personnel Only.'

Reduksi

Demikian ia bermula

dari angin
menjadi ingin
menjadi angan

Berakhir pada kenangan

About Me

My photo
seorang separuh autis yang memandang dunia dari balik kaca jendelanya. ia duduk diam mengamati,membaca dan menafsir tanda, mencari makna.