Purnama.
Sudah berapa lama sejak terakhir kau menyengajakan diri
Duduk di bawah langit untuk merindunya lewat puisi
Sampai malam jadi terlalu dingin untukmu?
Seratus dua puluh siklus?
Lebih. Tak mungkin kurang. Aku tahu kau terus menghitung diam-diam.
Cahaya menyejukkan.
Padahal kau tak mengenalnya benar-benar.
Yang kau simpan hanya wajahnya, rasamu, dan potongan-potongan kabar:
Ia terus berjalan.
Pernikahan. Kelahiran. Lalu hujan.
Dari sepasang mata yang kehilangan.
Aku ingat kau juga menangis untuk hatinya.
Ia menciptakan penyair.
Puisimu lahir dari rasa tanpa suara.
Kata-kata yang kau simpan di lipatan kenang.
Mantra metamorfosa yang mengubahmu pelan-pelan.
Kerangka kepribadian.
Berawal darinya.
Sampai pagi tiba lagi.
Sudah sangat lama.
Sesungguhnya siklus itu berhenti hanya di kepalamu saja.
Ketika ia kau jadikan cerita.
Dalam hatimu, ia masih Purnama.
No comments:
Post a Comment