Pertemuan Tak Sengaja pada Musim Penghujan
"Mari bercakap-cakap tentang hujan
Yang belum reda sejak kau tiba."
[Anginnya menyisipkan dingin pada kopiku
Sementara pada ruang antara kita
Ada sepiring kecanggungan yang entah dipesan siapa]
"Sebenarnya aku ingin cepat pulang
Tapi aku tak lagi tahan hujan. Bagaimana kau,
masih tak enggan kehujanan?
Masihkah titiknya di kepala menyegarkan?"
[Diammu yang menahanku.
Sementara kau mencecap daun buih dari bibir cangkir,
Aku menanti jawab untuk tanya yang tak pernah kau ungkap]
"Apa kabar anakmu? Masih sakit flu?"
"Tangan kananku kemarin hampir beku main salju."
[Kita benar-benar sudah ahli melipat suara hati dalam basa-basi,
Bicara tentang udara dan cuaca sambil tertawa,
Mungkin sebab kita ingin melupa
Bahwa tanya tak terucap tak boleh dijawab]
"Mari bercakap-cakap tentang rasa
Yang belum reda sejak kau berlalu dulu."
"Aku mau pulang. Diantar hujan!"
Resolusi
Aku mau
Mereka menyebutku jenazah kalau nanti aku mati
Sebab mungkin dengan itu,
Namaku abadi pada banyak hati.
Saturday, December 27, 2014
Thursday, December 11, 2014
Those Little Things
Bahagia itu sederhana. Saya sudah sangat sering mengucapkan ini dan berusaha menyampaikannya kepada orang-orang. Saya tidak akan sombong dengan berkata bahwa saya ingin orang-orang meyakini apa yang saya yakini. Saya hanya sekedar menyampaikan pandangan saya untuk mereka jadikan input, mereka filter, dan mereka olah sendiri. Terlepas dari benar tidaknya hal ini, bagi saya, bahagia itu sederhana.
Saking sederhananya bahagia, ia seringkali mewujud dalam hal-hal sederhana pula. Pernahkah Anda merasa sesak di tengah malam, pada kondisi diantara tidur dan terjaga? Ketika tubuh Anda tidak bisa bergerak, pikiran Anda berteriak tapi mulut tak bersuara, dan paru-paru Anda seolah menolak bekerja, bahagia mewujud dalam bentuk sederhana: Anda bisa bernafas seperti biasa.
Pernahkah Anda menyaksikan orang yang Anda kasih-sayangi terbaring sakit; sedemikian sakitnya sehingga ia tidak menyadari kondisi di sekitarnya, sementara hampir tak ada yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi sakitnya? Bukankah ketika Anda mengetahui bahwa ia telah kembali sadar, meski harus melalui masa pemulihan yang berat dan lama, Anda merasakan bahagia?
Ketika orang yang Anda sayangi meninggal dunia, Anda pasti merasakan duka. Tapi bahagia muncul dalam bentuk teman-teman, orang-orang yang melayat, mereka yang peduli terhadap Anda dan Almarhum.
Bagi saya, bahagia seringkali muncul dalam bentuk yang paling sederhana, dan hampir tidak selalu dalam bentuk harta atau materi. Misalnya, dalam ucapan anak saya yang berkata, "Ayah kerjanya nanti aja, main dulu ama Zia." Atau dalam bentuk teman yang, tanpa diminta, menyuruh saya membawa pulang motornya, ketika kami berkumpul sampai cukup larut, dan mengembalikan motor tersebut keesokan paginya. Atau dalam panggilan telepon dari seorang klien yang memberikan bahan terjemahan tepat ketika saya sedang butuh tambahan uang. Atau dalam bentuk sesederhana segelas air putih yang disiapkan istri sebelum ia berangkat kerja.
Bahagia itu sederhana. Sebab, pada dasarnya makna terbentuk dari hasil tafsir pemikiran dan perasaan kita. Ketika kita bisa mengelola proses pemaknaan atas pengalaman dan realita tersebut, maka kita akan senantiasa bahagia. Merasa cukup (tidak merasa kurang, tapi tidak pula berhenti berusaha), mensyukuri apa yang kita peroleh (menyadari bahwa kita menerima dari, dan mengungkapkan terima kasih kita kepada, Tuhan), dan menyadari bahwa kita sebenarnya tidak memiliki apa-apa (tidak takut kehilangan serta ingat bahwa apa-apa yang telah dititipkan pada kita harus dijaga) adalah sejumlah cara termudah untuk menemukan kebahagiaan. Saya bilang cara termudah, karena memang sangat sederhana, jika kita tahu caranya. Yang sulit adalah mengetahui dan menerapkan cara untuk selalu merasa cukup, bersyukur, dan ingat bahwa pada dasarnya kita tidak memiliki apa-apa.
Sekali lagi, [saya ulang untuk penekanan], bahagia itu bisa sangat sederhana jika kita mampu mengelola proses pemaknaan, yang berarti mengelola cara pikir, cara merasa, dan cara menafsirkan pengalaman. Bahagia itu sederhana, sebab ia ada dalam hati dan dalam kepala kita sendiri. Bahagia itu sederhana, sebab ia bisa kita tentukan sendiri.
Semoga Anda mengerti apa yang saya sampaikan ini.
Terima kasih
Selamat malam [menjelang dini hari]
Monday, December 8, 2014
Shady XV
Shady XV adalah album yang dirilis sebagai penanda 15 tahun kiprah Shady Records di dunia musik. Album ini dibuat dengan konsep back-to-back, dua cd yang berisi 12 lagu baru dari para artis yang tergabung dalam Shady Records (di CD pertama atau disebut CD X) dan 13 lagu hits dari para artis yang sama (di CD kedua atau disebut CD V), serta tiga lagu bonus (bonus tracks).
Maybe I'm blinded 'cause it's produced by Em, but I love most of the songs in this album. Here's one you might like, too; track 10 di CD X album Shady XV: Skylar Grey feat. Eminem & Yelawolf, Twisted (klik untuk mendengarnya di youtube; jangan pedulikan videonya, sebab itu video fanmade.)
Twisted
[Verse 1: Skylar Grey]
You sit there stone-faced, as if I'm not here
Can't you see that I've been crying?
I didn't know you'd be insane
Dreams can be so deceiving
You're an itch I can't reach, a wound that won't heal
The smell of skin that's burning
I didn't know you'd be insane
But it's true, and just say all I am to you is a
[Bridge: Eminem]
Pain in my neck, thorn in my side
Stain on my blade, blood on my knife
Been dreaming of her, all of my life
But she won't come true, she's just my nightmare I woke up to
[Hook: Skylar Grey]
She's twisted, he's a rebel, she's sick, he's hard to handle
The worst part of all is he just don't care
She's twisted like a rope, that is wrapped around his throat
But the worst part of all is she really don't give a... (shit)
(She don't give a shit)
[Verse 2: Skylar Grey and (Eminem)]
Sometimes I wish that you'd just die
Cause I'm too afraid of leaving
I didn't know you'd be insane
Dreams can be so deceiving
(How did it come to this?
Why do I fantasize to kill you when you're sleeping?)
I didn't know you feel the same
When I say you're no good, all you are to me, is a
[Bridge + Hook]
[Verse 3: Yelawolf]
Love ain't no fairytale, love is a buried nail
Inside of this heart of stone, so you wanna get married? Well
Romeo, Romeo, smokin' blow with Antonio
In the back alley takin' shots of whiskey and only gold
Juliet's at the nudie bar, doin' God only knows
Neither one of 'em came to see the dog and the pony show
But a bitch is a bitch, and a horse is a horse, ain't it?
Sorry, I can't afford to get your daddy's old Porsche painted
Sorry, Juliet that you embedded the sayin'
If a dollar makes you holler, well then I'm gettin' the short change of it
Feel like I've been asleepin' alone and lovin' this angel
Entangled between a dream and a coma
Walkin' the edge of this cliff, like a sheep to it's owner
Then wake up to this fuckin' bitch with an evil persona
Now if you say that you hate somebody and you livin' with them
Then they pack up and leave and then you bitch about how you miss 'em
You gotta see the pattern of the blood all over the steerin' wheel
Love is a cannibal ridin' a carnival carousel
'Round and 'round we roll, where it stops, baby nobody knows
Some people go crazy and they lose control
Some people jump off, some people won't let go
Some people say love, some people say why
Some people don't love, they just want a free ride
The rain won't stop, it'll never dry
If she's in the house of pain then love is standin' outside
But
[Hook]
[Outro: Skylar Grey and Eminem]
Maybe I'm the twisted one that screwed this up
So I guess this means goodbye, for now
[lyric's taken from http://genius.com/Skylar-grey-twisted-lyrics]
Friday, December 5, 2014
. . .
Tentang [semacam] Pencarian
Aku dan kata serupa dua bocah sebaya
bermain bersama kemana-mana
di ladang. memanjat kelapa. mencuri mangga
di pantai. tanpa alas kaki. tanpa takut matahari
kami senang berlarian
aku selalu mengejarnya, tapi
ia yang selalu menangkapku
Suatu hari, kami bermain petak umpet.
Aku yang jaga, menutup mata
ia sembunyi, dalam sepotong puisi
Lalu, pada hitungan keseratus
--yang meski kulafalkan dalam sepuluh tarikan nafas
tapi entah kenapa terasa sangat lama--
aku membuka mata. tiba-tiba dewasa
kata sudah tak ada di persembunyiannya.
Aku rasa ia masih sembunyi di puisi itu, tapi carik kertasnya entah sudah dimana
Ada yang bilang ia dipanggil pulang, disuruh mandi dan mengaji oleh ibunya
Ada yang bilang kertasnya terbang lalu dibantai hujan
Ada yang bilang ia dimakan mawang sebab mengencingi pohon durian di hutan belakang
Ada yang bilang ia ikut perang, mati di tanah seberang
Ada yang bilang ia marah sebab aku curang; mengintip ke arah mana ia lari
Ada yang bilang ia jadi bayang-bayang, pergi setelah petang
Tapi tak ada yang berani bilang ia hilang
Ia pasti masih sembunyi dalam sepotong puisi.
Sampai saat ini aku masih mencari, sesekali,
kalau aku punya waktu sendiri,
dalam kolom mingguan di koran, di kotak blog teman-teman
di buku puisi perpustakaan, di tukang majalah bekas langganan.
Kadang, aku bahkan merasa seperti melihat punggungnya
tapi, meski kutunggu, tak ada yang menangkapku.
Tidak, aku sudah tak kehilangan, tak pun terlalu rindu
aku hanya ingin tahu, ingin menemukan puisi itu
sebab aku tiba-tiba dewasa
sebelum selesai membacanya.
Aku dan kata serupa dua bocah sebaya
bermain bersama kemana-mana
di ladang. memanjat kelapa. mencuri mangga
di pantai. tanpa alas kaki. tanpa takut matahari
kami senang berlarian
aku selalu mengejarnya, tapi
ia yang selalu menangkapku
Suatu hari, kami bermain petak umpet.
Aku yang jaga, menutup mata
ia sembunyi, dalam sepotong puisi
Lalu, pada hitungan keseratus
--yang meski kulafalkan dalam sepuluh tarikan nafas
tapi entah kenapa terasa sangat lama--
aku membuka mata. tiba-tiba dewasa
kata sudah tak ada di persembunyiannya.
Aku rasa ia masih sembunyi di puisi itu, tapi carik kertasnya entah sudah dimana
Ada yang bilang ia dipanggil pulang, disuruh mandi dan mengaji oleh ibunya
Ada yang bilang kertasnya terbang lalu dibantai hujan
Ada yang bilang ia dimakan mawang sebab mengencingi pohon durian di hutan belakang
Ada yang bilang ia ikut perang, mati di tanah seberang
Ada yang bilang ia marah sebab aku curang; mengintip ke arah mana ia lari
Ada yang bilang ia jadi bayang-bayang, pergi setelah petang
Tapi tak ada yang berani bilang ia hilang
Ia pasti masih sembunyi dalam sepotong puisi.
Sampai saat ini aku masih mencari, sesekali,
kalau aku punya waktu sendiri,
dalam kolom mingguan di koran, di kotak blog teman-teman
di buku puisi perpustakaan, di tukang majalah bekas langganan.
Kadang, aku bahkan merasa seperti melihat punggungnya
tapi, meski kutunggu, tak ada yang menangkapku.
Tidak, aku sudah tak kehilangan, tak pun terlalu rindu
aku hanya ingin tahu, ingin menemukan puisi itu
sebab aku tiba-tiba dewasa
sebelum selesai membacanya.
Monday, December 1, 2014
melarikan diri
saya sedang penat, fisik dan mental. saya butuh melarikan diri sejenak dari sumber kepenatan saya. ini adalah salah satu tempat (atau bentuk) pelarian saya. hasil dari berlari-lari ini, yang mampu meminjamkan sedikit kesegaran untuk bertahan sedikit lagi, adalah berikut:
Mencari
Menatap matahari, mencari cahaya
Menatap mata, mencari kaca
Tuhan terbunuh di
atas sofa
Ketika memperawani
calon istri
Tuhan tidak, tapi nurani mati
Menatap tanah, mencari kawan
Menatap luka, mencari alasan
Agama direduksi jadi
persamaan untung rugi
Wacana basa basi di
warung kopi
Iman, sekedar
retorika mimbar
Menatap nisan, mencari tujuan
Menatap hati, mencari . . .
Mati
bagiku, ia
bagiku, ia selalu sebuah paradoks:
ikatan yang membebaskan, kebebasan yang mengikat
yang ada ketika tiada, ketika ada yang tiada
bagiku, ia paradoks, tapi tak pernah teka-teki:
keharusan menebak-nebak jawab dari isyarat-isyarat yang belum
tentu mengisyaratkan jawab; mungkin kau saja yang mengada-
adakan arti pada kata demi mencari maknamu sendiri
bagiku, ia selalu tapi tidak
bagiku, ia tidak tapi selalu
ketika ia sudah memenuhi dada dan kepala yang terlalu kecil, maka tumpahlah ia, ke udara
sebab bagiku, ia
bagimu? entah.
Sunday, November 23, 2014
Banyak. Banyak Cerita.
Berapa lama saya tak menulis disini? Lihat saja tanggal entri terakhir saya dan hitung sendiri. Dalam waktu sekian lama (atau sekian sebentar) itu, ada banyak cerita, ada banyak kisah, yang sampai ke saya dan ingin saya sampaikan. --Sebentar, tombol shift kiri yang biasa saya gunakan agak bermasalah, mungkin ada yang mengganjal di bawahnya... bukan masalah besar, tapi saya terganggu. huft--
Ada banyak kisah. dan tiba-tiba otak saya mengosongkan diri.
Oke, kita lanjutkan lagi, meski keyboard yang saya pakai sangat tidak nyaman. Kebahagiaan itu sederhana, tergantung cara kita memaknai peristiwa. Sebagai ilustrasi, dua minggu terakhir ini Zia sakit. Ditambah dengan kenaikan harga BBM (yang berarti kenaikan ongkos kendaraan umum dan harga barang-barang), mengharuskan saya dan Menteri Keuangan Keluarga memutar otak mencari celah untuk menyesuaikan anggaran belanja. Salah satu dampaknya adalah, tidak ada lagi jatah jajan kopi yang harganya diatas 1000 rupiah. :D Bukan itu saja, ada beragam kejadian kecil yang memberi efek kesal tambahan. Tapi, saya disini bukan untuk curhat. Ini cuma ilustrasi saja bahwa bahagia itu beragam bentuknya. Dalam kondisi seperti ini, saya menemukan bahagia. Beberapa hari lalu, salah seorang teman dekat berulang tahun. Seperti biasa, kami, para Mahmouds, berkumpul untuk sekedar menunjukkan bahwa kami peduli. Dalam pertemuan itu, selain obrolan dan tawa dalam dosis yang cukup untuk menyingkirkan sejenak segala hal yang memusingkan, ada sebuah kabar bahagia. Salah satu dari kami mengumumkan bahwa ia hamil.
See... bahagia itu sederhana. Kejutan-kejutan kecil di tengah kekacauan. Sedikit tawa yang diramu bersama kopi dan obrolan. Kesadaran bahwa ada yang mempedulikan. Semua soal cara kita memaknai peristiwa.
Saya yakin (dan saya tahu pasti karena memang sampai pada saya) ada banyak kisah sedih di luar sana, tapi saya tak mau menuliskannya disini. Mari kita berbahagia sejenak.
Selamat siang menjelang petang.
Oke, kita lanjutkan lagi, meski keyboard yang saya pakai sangat tidak nyaman. Kebahagiaan itu sederhana, tergantung cara kita memaknai peristiwa. Sebagai ilustrasi, dua minggu terakhir ini Zia sakit. Ditambah dengan kenaikan harga BBM (yang berarti kenaikan ongkos kendaraan umum dan harga barang-barang), mengharuskan saya dan Menteri Keuangan Keluarga memutar otak mencari celah untuk menyesuaikan anggaran belanja. Salah satu dampaknya adalah, tidak ada lagi jatah jajan kopi yang harganya diatas 1000 rupiah. :D Bukan itu saja, ada beragam kejadian kecil yang memberi efek kesal tambahan. Tapi, saya disini bukan untuk curhat. Ini cuma ilustrasi saja bahwa bahagia itu beragam bentuknya. Dalam kondisi seperti ini, saya menemukan bahagia. Beberapa hari lalu, salah seorang teman dekat berulang tahun. Seperti biasa, kami, para Mahmouds, berkumpul untuk sekedar menunjukkan bahwa kami peduli. Dalam pertemuan itu, selain obrolan dan tawa dalam dosis yang cukup untuk menyingkirkan sejenak segala hal yang memusingkan, ada sebuah kabar bahagia. Salah satu dari kami mengumumkan bahwa ia hamil.
See... bahagia itu sederhana. Kejutan-kejutan kecil di tengah kekacauan. Sedikit tawa yang diramu bersama kopi dan obrolan. Kesadaran bahwa ada yang mempedulikan. Semua soal cara kita memaknai peristiwa.
Saya yakin (dan saya tahu pasti karena memang sampai pada saya) ada banyak kisah sedih di luar sana, tapi saya tak mau menuliskannya disini. Mari kita berbahagia sejenak.
Selamat siang menjelang petang.
Thursday, November 13, 2014
Sudah Selesaikah Kau Bertanya?
sudah selesaikah kau bertanya?
usaikan segera.
jawab itu ada, akan tiba,
meski mungkin kau telah tiada
untuk mendengarnya.
sebab itu, selesaikan saja tanya,
usah mengharap jawab.
usaikan segera.
jawab itu ada, akan tiba,
meski mungkin kau telah tiada
untuk mendengarnya.
sebab itu, selesaikan saja tanya,
usah mengharap jawab.
Saturday, November 1, 2014
Istri dan Puisi
Temanku pernah bertanya,
"Jika puisimu itu ekspresi emosi,
kenapa tak pernah kujumpa istrimu didalamnya?"
Maka, ini jawabnya:
"Sebab ia nyata,
sementara puisi hanya kata-kata
dan kata-kata adalah angin yang singgah di telinga
mungkin hinggap di benak, mungkin diingat,
tapi lebih mungkin dilupa;
Sebab ia disini,
sementara puisi muncul dari imaji
dari tumpukan harap tak jadi
dari yang tak tersalurkan, dari mimpi
diselipi emosi;
Sebab ia tempat pulang,
sementara puisi adalah pelarian
dari beban, dari perjalanan, dari kisah nyata
semacam gerbang pribadiku ke Narnia,
atau ibu peri kalau aku Cinderella;
Sebab puisiku lahir dari kekacauan,
dari luka, dari gundah, yang dilebih-lebihkan,
sementara ia adalah definisi bahagia sempurna
yang tak pernah benar-benar kutemukan cara
untuk menggambarkannya."
Begitulah, kawan, istriku takkan bisa dimasukkan dalam sebuah antologi.
"Jika puisimu itu ekspresi emosi,
kenapa tak pernah kujumpa istrimu didalamnya?"
Maka, ini jawabnya:
"Sebab ia nyata,
sementara puisi hanya kata-kata
dan kata-kata adalah angin yang singgah di telinga
mungkin hinggap di benak, mungkin diingat,
tapi lebih mungkin dilupa;
Sebab ia disini,
sementara puisi muncul dari imaji
dari tumpukan harap tak jadi
dari yang tak tersalurkan, dari mimpi
diselipi emosi;
Sebab ia tempat pulang,
sementara puisi adalah pelarian
dari beban, dari perjalanan, dari kisah nyata
semacam gerbang pribadiku ke Narnia,
atau ibu peri kalau aku Cinderella;
Sebab puisiku lahir dari kekacauan,
dari luka, dari gundah, yang dilebih-lebihkan,
sementara ia adalah definisi bahagia sempurna
yang tak pernah benar-benar kutemukan cara
untuk menggambarkannya."
Begitulah, kawan, istriku takkan bisa dimasukkan dalam sebuah antologi.
Monday, October 27, 2014
Soal Dua Belas Nol Satu
Setengah jam lalu, tiba segumpal salju
Mengirim dingin; hanya dingin, bukan beku
Nanti pasti hangat lagi, cuma soal waktu
Sementara menunggu:
Ini bukan soal tega atau enggan bercerita
Ini soal prinsip, soal janji, soal integritas diri
Soalnya percaya itu langka; dan yang sedikit ini tak boleh dikhianati
Ini juga soal menghindari repetisi
Katakata ini miliknya, biar ia sampaikan sendiri
Esok, atau mungkin lusa,
Ia akan bangun dan bicara, tunggu saja
Sekarang dua belas nol satu.
Salju mungkin jadi beku,
Tapi akan cair lagi. Nanti.
Mengirim dingin; hanya dingin, bukan beku
Nanti pasti hangat lagi, cuma soal waktu
Sementara menunggu:
Ini bukan soal tega atau enggan bercerita
Ini soal prinsip, soal janji, soal integritas diri
Soalnya percaya itu langka; dan yang sedikit ini tak boleh dikhianati
Ini juga soal menghindari repetisi
Katakata ini miliknya, biar ia sampaikan sendiri
Esok, atau mungkin lusa,
Ia akan bangun dan bicara, tunggu saja
Sekarang dua belas nol satu.
Salju mungkin jadi beku,
Tapi akan cair lagi. Nanti.
Friday, October 3, 2014
I am about to -- ,- [a translation]
I am about to cry,-
The leaves turn themselves a sad yellow, just so they can turn to earthy brown, in a few more weeks. Much like the branch they hang tightly into a moment ago, which, in the end, they have to let go. They hint—no, they shout—the coming of the fall, whose wind ushers you to hurry for your jackets. And then you can go—or stay.
I am about to cry,-
And the day is unbearably long. As if the sun's deliberately being stubborn; up there. O, how I wish to say to you, "Please, let today leave early, just today. Tomorrow you can come back, truly, unconditionally."
I am about to cry,-
And I'm busily looking for her, my shadow. There she sits, on the bench with faded paint. Has she got tired walking with me?
I am about to cry,-
Don't fall. Don't stay too long. And don't get tired.
Please.
[this one is a paraphrase of a friend's poem of the same title; see here . done on her request and with her permission.]
The leaves turn themselves a sad yellow, just so they can turn to earthy brown, in a few more weeks. Much like the branch they hang tightly into a moment ago, which, in the end, they have to let go. They hint—no, they shout—the coming of the fall, whose wind ushers you to hurry for your jackets. And then you can go—or stay.
I am about to cry,-
And the day is unbearably long. As if the sun's deliberately being stubborn; up there. O, how I wish to say to you, "Please, let today leave early, just today. Tomorrow you can come back, truly, unconditionally."
I am about to cry,-
And I'm busily looking for her, my shadow. There she sits, on the bench with faded paint. Has she got tired walking with me?
I am about to cry,-
Don't fall. Don't stay too long. And don't get tired.
Please.
[this one is a paraphrase of a friend's poem of the same title; see here . done on her request and with her permission.]
Thursday, October 2, 2014
Undangan Pernikahan [IniSial]
Ada yang mengirim luka dalam amplop
Ditandai dua inisial; satu asing, satu sangat kukenal
Dilengkapi petunjuk arah dan denah lokasi
Seolah ingin aku tahu pasti dimana bisa menemui
Belati untuk hati
Ini sial,
Sebab tak sopan menolak undangan
Aku tak bisa tak datang sebab mereka menjanjikan jamuan
Aku harus mengantarkan senyuman, menjabat tangan,
Menikmati kudapan dan hiburan,
Membawa pulang kenang-kenangan
: Luka tusukan
Ini sial,
Dilema simalakama.
Tak muncul adalah kalah
Tapi tiba disana dan menelan ludah?!
Sama saja.
Entahlah.
Sepertinya aku memang harus datang, jadi pecundang.
Amplop berinisial ini sial!
Ditandai dua inisial; satu asing, satu sangat kukenal
Dilengkapi petunjuk arah dan denah lokasi
Seolah ingin aku tahu pasti dimana bisa menemui
Belati untuk hati
Ini sial,
Sebab tak sopan menolak undangan
Aku tak bisa tak datang sebab mereka menjanjikan jamuan
Aku harus mengantarkan senyuman, menjabat tangan,
Menikmati kudapan dan hiburan,
Membawa pulang kenang-kenangan
: Luka tusukan
Ini sial,
Dilema simalakama.
Tak muncul adalah kalah
Tapi tiba disana dan menelan ludah?!
Sama saja.
Entahlah.
Sepertinya aku memang harus datang, jadi pecundang.
Amplop berinisial ini sial!
Wednesday, October 1, 2014
[stub]born
Kau ingin tahu sekeras apa kepalaku?
Biar kuberi tahu:
Semalam cerminku pecah!
Sederhana saja,
Kami berdebat; ia kalah.
Biar kuberi tahu:
Semalam cerminku pecah!
Sederhana saja,
Kami berdebat; ia kalah.
Pesanan Puisi
Kau pikir inspirasi itu makanan cepat saji
Dengan layanan pesan antar malam ke pagi?
Tidak begitu! Kau seharusnya tahu
Ia lebih serupa petir atau gempa
Muncul dari ketidakseimbangan semesta
Menjelma tibatiba di titik kulminasi
Mengetuk minta masuk, untuk segera pergi lagi
Kau bisa membeli katakata, dicetak dan dibungkus rapi
Tapi kau tak bisa memesan paksa emosi
Ia adalah akumulasi; kelelahan harihari, harapan hati,
Mimpimimpi, refleksi.
Jadi maaf, ulang tahun kali ini,
Aku tak bisa mengirimimu puisi.
Dengan layanan pesan antar malam ke pagi?
Tidak begitu! Kau seharusnya tahu
Ia lebih serupa petir atau gempa
Muncul dari ketidakseimbangan semesta
Menjelma tibatiba di titik kulminasi
Mengetuk minta masuk, untuk segera pergi lagi
Kau bisa membeli katakata, dicetak dan dibungkus rapi
Tapi kau tak bisa memesan paksa emosi
Ia adalah akumulasi; kelelahan harihari, harapan hati,
Mimpimimpi, refleksi.
Jadi maaf, ulang tahun kali ini,
Aku tak bisa mengirimimu puisi.
Monday, September 22, 2014
LDR (I'm Done Playing Games)
I'm done playing games, you see,
You are no trophy or prize money.
Not that i don't want to court properly
Or am obsessed with brutal honesty,
I just think we can agree
That we'll be better off with old fashioned clarity.
Don't get me wrong, I'm not opposed to the beauty
Of unraveled mistery
Or the fun of throwing the ball back and forth relentlessly
It's just that I'm no master of semiotics or psychology
And a wrong reading could cost us dearly.
I'm done playing games because distance is a known enemy
And I want this to be real, not a fantasy.
You are no trophy or prize money.
Not that i don't want to court properly
Or am obsessed with brutal honesty,
I just think we can agree
That we'll be better off with old fashioned clarity.
Don't get me wrong, I'm not opposed to the beauty
Of unraveled mistery
Or the fun of throwing the ball back and forth relentlessly
It's just that I'm no master of semiotics or psychology
And a wrong reading could cost us dearly.
I'm done playing games because distance is a known enemy
And I want this to be real, not a fantasy.
Sunday, September 14, 2014
say no more
Jangan katakan apa-apa lagi
Sebab kata adalah garam pada luka saat ini
Jangan katakan lagi
Sebab kata yang penuhi udara menyesakkan
Jangan katakan
Sebab do'a mungkin tak terkabul sementara hati berekspektasi
Jangan
Sebab ini pun sudah terlalu.
Sebab kata adalah garam pada luka saat ini
Jangan katakan lagi
Sebab kata yang penuhi udara menyesakkan
Jangan katakan
Sebab do'a mungkin tak terkabul sementara hati berekspektasi
Jangan
Sebab ini pun sudah terlalu.
Friday, September 12, 2014
Disana
Disana,
harapan serupa ulat hibernasi
dalam kepompong ketakutan
ia tak berani keluar, tak berani dikeluarkan
bukan karena ia bodoh
tapi sebab ia cukup bijak untuk tahu
waktunya belum tiba
Disana,
tujuan serupa nada terakhir
sebuah konser simfoni
ia ada, tapi tak dinanti
bukan karena ia tak penting
tapi sebab banyak yang harus dinikmati sebelum ia sampai
Disana,
sebuah hati duduk di tepi hujan
memandang bintang
ia tak bermimpi, ia tak berlari
ia menikmati sebelum tiba ketika itu
harapan serupa ulat hibernasi
dalam kepompong ketakutan
ia tak berani keluar, tak berani dikeluarkan
bukan karena ia bodoh
tapi sebab ia cukup bijak untuk tahu
waktunya belum tiba
Disana,
tujuan serupa nada terakhir
sebuah konser simfoni
ia ada, tapi tak dinanti
bukan karena ia tak penting
tapi sebab banyak yang harus dinikmati sebelum ia sampai
Disana,
sebuah hati duduk di tepi hujan
memandang bintang
ia tak bermimpi, ia tak berlari
ia menikmati sebelum tiba ketika itu
Friday, September 5, 2014
Lagi
Writing is a luxury. Writing is a privilege.
Menulis itu adalah sebuah kemewahan. Menulis adalah kemewahan yang hanya dimiliki oleh mereka yang telah belajar--dan berhasil belajar--menulis. Tapi kemampuan merangkai huruf menjadi kata dan merumuskan kalimat hanya sebagian kecil dari kemewahan menulis. Menulis adalah kemewahan. Kemewahan yang hanya dimiliki oleh mereka yang mampu mengendalikan diri. Bagaimana tidak? Untuk menghasilkan tulisan yang baik, seseorang harus memiliki pola pikir yang baik pula. Tulisan yang runut muncul dari pikiran yang runut. Pikiran yang tidak tenang akan tercermin pada hasil tulisan yang kacau.
Menulis adalah kemewahan yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang bahagia. Bahagia karena mampu merasa cukup. Bahagia bukan karena tidak ada lagi yang kurang, tapi karena meyakini bahwa kekurangan itu akan bisa ditutupi seraya mensyukuri dan menikmati yang telah ada. Ketika hati--atau jiwa, atau otak, atau diri--telah merasa cukup, ia akan mampu mengalihkan energinya untuk berkarya, mencipta. Menulis adalah kemewahan yang hanya dimiliki oleh mereka yang tenang--yang mampu menenangkan diri. Dalam keadaan tenanglah sebuah tulisan tercipta.
Menulis adalah sebuah kemewahan. Menulis adalah sebuah hak khusus yang dimiliki oleh mereka yang mampu tenang, yang mampu menyusun dan merapikan, yang mampu menemukan mata badai untuk duduk sejenak dan menikmati kedamaian di tengah hempasan.
Kemewahan dan hak khusus yang saat ini tidak saya miliki.
Selamat siang.
Friday, June 27, 2014
Anakku Belajar
Anakku sedang tumbuh besar,
ia pintar dan belajar.
Ia belajar menulis
pada keningku
jadi garis
Ia belajar mewarnai
pada rambutku
jadi abu abu
Ia belajar menggunting dan menggulung
pada bawah mataku
jadi kantung
Anakku akan makin besar
ia makin pintar, makin banyak belajar
aku kanvas kertas yang pasti (makin) pudar.
ia pintar dan belajar.
Ia belajar menulis
pada keningku
jadi garis
Ia belajar mewarnai
pada rambutku
jadi abu abu
Ia belajar menggunting dan menggulung
pada bawah mataku
jadi kantung
ia makin pintar, makin banyak belajar
aku kanvas kertas yang pasti (makin) pudar.
Monday, June 23, 2014
Recto Verso: Keterbolakbalikan
Saya ingin membahas recto verso. Kenapa? Karena saya suka konsep ini sejak pertama mendengarnya beberapa tahun lalu.
Apa sih Rectoverso?
Kamu mungkin tahu Rectoverso adalah judul buku karangan Dewi 'Dee' Lestari (dan judul film yang diangkat dari buku yang sama). Tapi apa sih sebenarnya makna recto verso? Kalo kata Wikipedia, asal kata recto dan verso bisa dilacak sampai pada masa penggunaan papirus. Dulu, untuk bisa dipakai menulis, satu lembar papirus sebenarnya terdiri dari dua lapis kulit yang ditumpuk. Pada dua lapis kulit ini, ditaburkan atau direkatkan butiran-butiran halus sebagai tekstur. Butiran tersebut ditabur secara vertikal di satu sisi, dan secara horizontal di sisi lain. Sisi yang ditaburi secara horizontal disebut recto dan sisi yang ditaburi secara vertikal disebut verso. Jadi, recto-verso adalah istilah untuk menyebut halaman depan dan belakang selembar kertas. Istilah recto-verso ini masih digunakan dalam bahasa Perancis untuk menyebut 'dua sisi pada selembar kertas'. Terjemahan yang ekuivalen untuk recto-verso dalam bahasa Inggris adalah 'front-and-back'. Dengan demikian, istilah yang paling cocok dan ekuivalen dalam bahasa Indonesia untuk menyebut recto-verso adalah 'bolak-balik'.
Untuk Apa Istilah Ini?
Pada perkembangannya, istilah recto dan verso ini digunakan untuk menyebut halaman pada selembar kertas atau pada buku. Halaman recto adalah halaman pertama. Halaman verso adalah halaman kedua. Oleh sebab itulah sisi recto umumnya bernomor halaman ganjil, sementara sisi verso bernomor halaman genap. Bayangkan selembar kertas, sisi recto adalah sisi kiri kertas, verso adalah sisi kanan. Sekarang bayangkan kertas itu merupakan bagian dari buku yang terbuka. Sisi recto biasanya menjadi halaman yang ada di sisi kanan buku, sementara verso adalah halaman yang ada di sisi kiri. (Saya bicara menggunakan standar penulisan dari kiri ke kanan seperti bahasa Indonesia atau Inggris, bukan dari kanan ke kiri seperti bahasa Arab. Pada penulisan dari kanan ke kiri, sisi recto adalah sisi kanan sebab halaman pertama berada di sisi kanan). Agar lebih mudah mengingatnya, sisi recto adalah halaman pertama, halaman ganjil, dan verso adalah sebaliknya.
Di dunia percetakan, pada masa-masa awal kemunculannya, sebuah tulisan dicetak dengan menggosok bagian belakang lembar kertas yang akan ditulisi. Jadi, pada masa itu, hanya satu sisi yang bisa berisi tulisan dan diberi nomor halaman, sisi belakangnya dibiarkan kosong. Sisi halaman yang bertulisan ini disebut sisi recto sementara sisi yang kosong disebut verso. Bahkan pada masa-masa awal pencetakan bolak balik, meski kedua halaman pada selembar kertas berisi tulisan, yang diberi nomor halaman hanya halaman recto saja, halaman verso atau halaman belakang tidak dinomori.
Istilah ini kemudian digunakan juga di dunia seni, terutama seni lukis dan seni rancangbangun (arsitektur). Di dunia seni lukis, istilah rectoverso digunakan untuk menyebut media yang berisi lukisan (atau digambari) pada kedua sisinya; misalnya, pada buku sketsa dimana halaman depan dan belakang berisi tulisan/lukisan/gambar. Contoh lain untuk penggunaan konsep rectoverso pada dunia seni adalah uang, baik uang kertas maupun uang logam atau koin. Uang sebagai media seni (lukis maupun pahat) merupakan media rectoverso karena kedua sisinya berisi gambar.
Di dunia seni, kemunculan dan penggunaan konsep rectoverso ini diawali oleh kebutuhan. Pada masa ketika kertas atau kanvas sebagai media lukis sangat mahal, para seniman seringkali terpaksa melukisi kedua sisi media yang dimilikinya. Kemudian, teknik ini berkembang sehingga lukisan pada kedua sisi media tersebut saling melengkapi, meski tetap terpisah. Kalian yang pernah menonton film Marvel's Ironman yang diperankan Robert Downey Jr, mungkin ingat adegan ini. Ketika Tony Stark ditawan oleh teroris dan pertama kalinya ia merancang perangkat Ironman, ia menggambar tiap bagian Ironman (lengan, kaki, badan, kepala) secara terpisah di beberapa lembar kertas tipis. Ketika kemudian lembar-lembar kertas itu ditumpuk dan disinari dari belakang (atau bawah), muncullah gambar utuh Ironman. Sekarang bayangkan bahwa gambar-gambar tersebut tidak dibuat di beberapa kertas terpisah, melainkan pada selembar kertas, sebagian pada di sisi depan, sebagian lagi di sisi belakang. Ketika disinari dan menjadi satu gambar utuh, itulah rectoverso. Bahkan, ketika seniman lukis membubuhkan tandatangannya di sisi belakang kanvas, ia secara tidak sengaja telah membuat lukisannya menjadi rectoverso. Untuk contoh-contoh lain dan penjelasan lebih lanjut mengenai rectoverso di dunia seni, silakan lihat di rujukan no. 4 dan 5 di akhir tulisan ini.
Lalu, Apa Menariknya?
Bagi saya, konsep rectoverso menarik karena merupakan salah satu konsep yang mengusung keutuhan dan keseimbangan. Singkatnya, rectoverso bagi saya merupakan bahasa lain untuk menyebut bahwa segala sesuatu selalu berpasangan. Selalu ada dua sisi pada satu keutuhan. Kedua sisi ini boleh dimaknai sebagai saling bertentangan, jika kalian mau, tapi bagi saya kedua sisi ini justru saling melengkapi. Selembar kertas memiliki sisi depan dan belakang. Depan dan belakang itu bukan pertentangan, melainkan pelengkapan, sebuah pengutuhan. Selembar KTP misalnya, tidak akan dianggap sah jika hanya memiliki sisi depan saja (biodata pemilik KTP) tanpa sisi belakang, meski sisi belakang KTP hanya bergambar peta Indonesia saja.
Konsep bolak-balik (dalam artian depan-belakang seperti istilah pada fotokopian, bukan dalam artian pulang-pergi seperti istilah pada perjalanan) ini menarik bagi saya karena keutuhannya hanya bisa dilihat di luar sistem. Untuk yang belum memahami maksud saya, coba bayangkan Anda sedang melihat koin 1000 rupiah. Anda tahu bahwa koin tersebut memiliki dua sisi yang bisa Anda bolak-balik. Anda tahu bahwa koin itu utuh dengan kedua sisinya, satu bergambar Angklung, satu lagi bergambar Garuda. Sekarang bayangkan bahwa Anda adalah gambar Angklung pada koin itu. Anda mungkin tahu bahwa menempel di belakang Anda adalah si gambar Garuda, tapi Anda takkan bisa melihatnya. Kecuali jika Anda menggunakan dua buah cermin seperti para tukang pangkas rambut. Ketidakmampuan untuk melihat sisi lain dari diri inilah yang membuat saya tertarik pada konsep rectoverso.
Ada beberapa hal yang selalu saya ingatkan pada diri sendiri ketika memikirkan tentang konsep rectoverso (keterbolakbalikan) ini. Pertama, selalu ada kemungkinan bahwa ada satu sisi yang tidak bisa saya lihat. Ini akan membuat saya lebih berhati-hati, sebab ketidakmampuan saya untuk melihat sisi tersebut membuat saya tidak bisa benar-benar menjadikannya variabel pertimbangan, sekaligus tidak bisa benar-benar mengabaikannya. Intinya, pemikiran ini selalu mengingatkan saya bahwa saya tidak mengetahui segala hal. Kedua, untuk melihat keutuhan (atau melihat secara utuh), kita perlu keluar dari sistem. Kemampuan untuk berpikir di luar batasan sistem ini menurut saya penting. Masalahnya, kadang kita tidak menyadari bahwa kita sedang berada dalam satu sistem tertentu. Bahkan, meskipun kita sadar, seringkali kita tidak bisa melihat secara utuh karena kita tidak bisa keluar dari sistem tersebut. Ini membawa saya pada poin ketiga: ketika kita tak bisa memandang dari luar sistem, maka kita harus dan pasti membutuhkan cermin untuk melakukannya.
Ketiga konsep diatas memang abstrak, tapi coba saja gunakan logika Anda untuk menerapkan ketiganya dalam satu kasus. Mudah-mudahan Anda akan lebih memahami maksud saya. Silakan bercermin.
Rujukan:
2. http://en.wikipedia.org/wiki/Obverse_and_reverse
3. http://forum.wordreference.com/showthread.php?t=349600
4. http://iggzah.blogspot.com/2008/04/recto-verso.html
5. http://mirappraisal.com/rectoverso-and-vice-versa-the-backstory-behind-a-famous-drawing/
6. http://www.tate.org.uk/learn/online-resources/glossary/r/recto-verso
Sunday, June 22, 2014
Relativitas II
waktu yang melaju
di luar beku
di dalam sampai
ketika melepaskan
saat adalah jerat
adalah jangkar sementara
masa memastikan
(puisi ini adalah untuk menunjukkan bahwa selain waktu, makna juga relatif, tergantung pada bagaimana kita membaca, tapi saya rasa tak perlulah saya jelaskan, silakan rasakan.)
di luar beku
di dalam sampai
ketika melepaskan
saat adalah jerat
adalah jangkar sementara
masa memastikan
(puisi ini adalah untuk menunjukkan bahwa selain waktu, makna juga relatif, tergantung pada bagaimana kita membaca, tapi saya rasa tak perlulah saya jelaskan, silakan rasakan.)
Rectoverso II
sesungguhnya kita telah terlengkapi
--sebab Tuhan memasangkan hati dengan pasti--
tapi maaf, kau butuh cermin untuk melihat punggungmu sendiri.
--sebab Tuhan memasangkan hati dengan pasti--
tapi maaf, kau butuh cermin untuk melihat punggungmu sendiri.
Rectoverso
kita mencari cahaya
pada bentuk dan bayang
--aku bicara tentang refleksi,
cermin paling menyebalkan,
meski boleh saja kau baca sebagai gelap terang--
sebab kita tak bisa melihat cahaya
selain lewat pantulannya
pada bentuk dan bayang
--aku bicara tentang refleksi,
cermin paling menyebalkan,
meski boleh saja kau baca sebagai gelap terang--
sebab kita tak bisa melihat cahaya
selain lewat pantulannya
Relativitas
Waktu
yang melaju di luar
beku di dalam
sampai
Ketika
melepaskan
Saat
adalah jerat
adalah jangkar
sementara
Masa
memastikan
yang melaju di luar
beku di dalam
sampai
Ketika
melepaskan
Saat
adalah jerat
adalah jangkar
sementara
Masa
memastikan
Tandatanya [bukan mungkin adalah pasti]
tandatanya pada ujung doa
tak benarbenar ada
kurasa
harusnya
tidakkah doa bermakna [titikdua]
melarutkan diri pada rencana
setelah kepastian usaha diserahkan
pada Penguasa kemungkinan
[tandatanya]
mungkin bukan mungkin [titik]
tak benarbenar ada
kurasa
harusnya
tidakkah doa bermakna [titikdua]
melarutkan diri pada rencana
setelah kepastian usaha diserahkan
pada Penguasa kemungkinan
[tandatanya]
mungkin bukan mungkin [titik]
Tentang Kepenulisan
Mereka yang menghidupkan kisah
mati berkali-kali
dibunuhi pemakna tiap kata dilepas ke udara
yang mereka hidupkan itu
yang tak mampu kau sampaikan
yang rusak jika kau simpan
yang diam-diam menekan
yang mencekik kerongkongan
sebab terlalu besar untuk kau telan
dan terlalu samar untuk dikeluarkan
: kata-kata yang ingin kau teriakkan namun tak pernah terdengar
Mereka pasti mati berkali-kali
sebab mereka mengisahkan emosi
sementara makna tak pernah sama
karena membaca adalah (dengan) rasa
Mereka memilih mati sebab tahu
udara selalu mengembalikan kata-kata
--entah sebagai apa--
untuk mereka hidup lagi
mati berkali-kali
dibunuhi pemakna tiap kata dilepas ke udara
yang mereka hidupkan itu
yang tak mampu kau sampaikan
yang rusak jika kau simpan
yang diam-diam menekan
yang mencekik kerongkongan
sebab terlalu besar untuk kau telan
dan terlalu samar untuk dikeluarkan
: kata-kata yang ingin kau teriakkan namun tak pernah terdengar
Mereka pasti mati berkali-kali
sebab mereka mengisahkan emosi
sementara makna tak pernah sama
karena membaca adalah (dengan) rasa
Mereka memilih mati sebab tahu
udara selalu mengembalikan kata-kata
--entah sebagai apa--
untuk mereka hidup lagi
Tuesday, June 17, 2014
Kopi, Hujan, dan Percakapan
Aku dan Hatiku:
Tentang tirai waktu
Aku pada hatiku:
Percakapan tak bisa dibawa pulang dalam bungkusan.
Yang ada adalah kini, sebuah tabir
Yang lalu adalah memori, dan
Yang nanti menanti sampai menjadi kini
Yang kita bisa hanya menyimpan memori dan tak memaksa nanti menjadi.
Ini sabar.
Tentang keterikatan yang membebaskan
Hatiku padaku:
Hujan masih belum mau berhenti. Jangan salahkan, ia pun bagian tekateki.
Ketika membebaskan, ketakutanmu bukan lagi keterikatan
Ketika belum mewujud, ia adalah tujuan
Ketika harap menjadi tidak, ia mungkin menghancurkan, tapi
Ketika ini, tidak ada pasti, segalanya potensi.
Ini sadar.
Tentang janji yang tak menjanjikan; kemungkinan ketidakpastian
Aku dalam hatiku sendiri:
Kopiku telah usai, mari beranjak
Sudah saatnya percakapan ini jadi jejak;
Kesabaran yang sadar dan kesadaran yang sabar, memang tak banyak
Tapi hujan menyimpan sajak pada benak.
(saya merasa masih ada yang kurang dari tulisan ini, entah apa, seperti ada yang belum tersampaikan dengan sempurna. Tapi biarlah, semoga nanti ia menunjukkan diri.)
Tentang tirai waktu
Aku pada hatiku:
Percakapan tak bisa dibawa pulang dalam bungkusan.
Yang ada adalah kini, sebuah tabir
Yang lalu adalah memori, dan
Yang nanti menanti sampai menjadi kini
Yang kita bisa hanya menyimpan memori dan tak memaksa nanti menjadi.
Ini sabar.
Tentang keterikatan yang membebaskan
Hatiku padaku:
Hujan masih belum mau berhenti. Jangan salahkan, ia pun bagian tekateki.
Ketika membebaskan, ketakutanmu bukan lagi keterikatan
Ketika belum mewujud, ia adalah tujuan
Ketika harap menjadi tidak, ia mungkin menghancurkan, tapi
Ketika ini, tidak ada pasti, segalanya potensi.
Ini sadar.
Tentang janji yang tak menjanjikan; kemungkinan ketidakpastian
Aku dalam hatiku sendiri:
Kopiku telah usai, mari beranjak
Sudah saatnya percakapan ini jadi jejak;
Kesabaran yang sadar dan kesadaran yang sabar, memang tak banyak
Tapi hujan menyimpan sajak pada benak.
(saya merasa masih ada yang kurang dari tulisan ini, entah apa, seperti ada yang belum tersampaikan dengan sempurna. Tapi biarlah, semoga nanti ia menunjukkan diri.)
Thursday, June 5, 2014
Tuesday, May 27, 2014
(tanpa judul)
Ia berjalan(-jalan) sendirian
mencari persimpangan
sebab ia ingin kembali
menghayati pilihan: menikmati hujan dan mengingat awan
Ia tak perlu mata di belakang kepala untuk tahu jejaknya mengejar, menjadi konsekuensi, meski mereka telah terkonversi sebagai memori.
Ia masih berjalan(-jalan)
sebab ia tak punya pilihan
di langit sana, matahari terlalu terang
dan ia sendirian.
mencari persimpangan
sebab ia ingin kembali
menghayati pilihan: menikmati hujan dan mengingat awan
Ia tak perlu mata di belakang kepala untuk tahu jejaknya mengejar, menjadi konsekuensi, meski mereka telah terkonversi sebagai memori.
Ia masih berjalan(-jalan)
sebab ia tak punya pilihan
di langit sana, matahari terlalu terang
dan ia sendirian.
Monday, May 19, 2014
Saya Pelupa, Akut.
Saya pelupa. Akut.
Tadi pagi, saya mendapat sebuah gagasan yang niatnya akan saya tuliskan disini. Sambil menghabiskan kopi, saya merancang dan menyusun kerangka tulisan tersebut.
Kopi saya habis. Saya berjalan menuju komputer tempat saya bisa menuliskan gagasan saya. Tiba-tiba, otak saya memikirkan satu hal lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan gagasan tadi. Dan saya melupakan semua yang telah saya susun dalam pikiran.
Sudah lebih dari lima jam saya menanti gagasan itu teringat kembali. Tapi sepertinya ia sudah menghilang entah kemana. Sayang sekali tadi saya tidak membawa buku wasiat dan pulpen andalan ketika ngopi. Saya bahkan tidak ingat tentang apa gagasan itu tadi. Saya rasa, ia takkan kembali dalam waktu dekat. Tapi setidaknya saya masih bisa menulis tentang ini.
Selamat sore.
Sunday, May 18, 2014
Menonton Mia
Nama Femia Yamaniastuti (jamaniastoeti.blogspot.com) bagi saya selalu identik dengan pentas teater. Bukan apa-apa, adik saya satu ini memang mengaktifkan diri menggeluti dunia keteateran sejak pertama saya mengenalnya bertahun-tahun lalu. Ketika ia masih berstatus mahasiswa, ia terlibat aktif di UPT Teater Lakon (mudah-mudahan saya tak salah menulis nama, sebab saya tak yakin nama organisasi tersebut berubah atau tidak), sebuah organisasi teater di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia. Di Teater Lakon, ia setidaknya aktif selama tiga tahun. Tahun pertama, sebagai anggota baru, ia terlibat dalam pementasan di tingkat kampus sebagai pemain. Tahun kedua, ia terlibat sebagai salah satu tim produksi (kalau saya tak salah, ia saat itu menjadi penata kostum). Tahun ketiga, ia menjadi sutradara.
Sebagai kakak, saya merasa wajib mendukung dan mengapresiasi usahanya untuk menjadi bermakna. Sebab itulah saya selalu menyempatkan diri menonton pementasan yang melibatkan dirinya (sejauh saya bisa melakukannya). Karena ia selalu berbaik hati menyediakan free-pass bagi saya, dan karena waktu itu saya memang berdomisili di kampus, maka saya tak pernah melewatkan undangannya untuk menonton pementasan. Secara pribadi, saya menyenangi sastra dan seni, tapi saya tidak bisa menyebut diri sebagai penggemar seni teater. Saya hadir dalam pertunjukan-pertunjukan tersebut semata-mata untuk menonton Mia, menunjukkan bahwa saya mendukungnya (dan jika saya ternyata mendapatkan suguhan tontonan yang memperkaya dan bisa dinikmati, itu saya anggap sebagai bonus). Meski demikian, ketika ia ada di panggung, saya tidak melihatnya sebagai Mia, tapi sebagai salah satu bagian dari sebuah gambar besar berupa pertunjukan teater tersebut. Dengan demikian, saya bisa fokus pada jalan cerita dan pementasan tersebut secara keseluruhan dan kedatangan saya tidak menjadi sia-sia.
Saya masih menyimpan beberapa potongan tiket pertunjukan Mia, beberapa lainnya hilang entah kemana. Nyonya-Nyonya, adalah pertunjukan yang disutradarainya pada tahun 2010. Kemudian ada Umang-Umang, sebuah pertunjukan kolosal yang sangat mengesankan. Yang lainnya, saya lupa judulnya. Beberapa sangat bisa saya nikmati, beberapa biasa saja. Tapi saya tetap ada di sana untuk mendukung Mia.
Mia dulu sempat saya juluki wanita dengan seribu wajah. Bukan topeng, tapi wajah. Sebab ketika ia mengubah gayanya sedikit saja, apalagi ketika ia ada di panggung pementasan, auranya akan berubah. Saya tak bisa menjelaskan apa yang saya maksud dengan lebih rinci, tapi auranya memang berubah. Ia seolah menjadi seorang lain yang hanya saya kenal samar-samar. Tapi bukan itu yang paling saya kagumi dari Mia, melainkan kekeraskepalaannya (jika kata ini terkesan negatif, Anda bisa mengubahnya menjadi 'dedikasi'). Ia salah satu makhluk yang saya ketahui memiliki keinginan kuat dan tak takut untuk mewujudkan keinginan tersebut. Bisa dibilang hampir tak ada yang mampu menyurutkan semangatnya ketika ia telah memutuskan sesuatu. Bahkan, demi kecintaan pada dunia yang dipilihnya itu, kuliahnya sempat sedikit terganggu. Tapi tak lama, karena sekarang ia telah menyandang tiga huruf di belakang namanya.
Setelah lepas dari Teater Lakon, Mia bergabung dengan Mainteater (mudah-mudahan saya tak salah tulis). Dunia teater dan pementasan sepertinya telah dijadikannya darah yang mengaliri nadi. Ia bahkan sempat hijrah ke Bone selama beberapa bulan untuk sebuah proyek pementasan. Sepulangnya dari Bone, ia kembali tidak hanya membawa kisah mengenai dunia teater dan perjuangannya, tapi juga membawa sebuah kisah cinta (yang tak akan saya bahas disini karena tidak relevan). Beberapa tahun terakhir ini, saya jarang sekali bertemu Mia. Bahkan kami sempat putus komunikasi selama beberapa lama. Tapi saya tetap menganggapnya adik. Ia adalah salah satu Mahmoud yang paling sibuk. Yang bisa menyaingi kesibukannya hanya Black. Bahkan, sekembalinya ia dari Bone, hanya dua kali saya bertemu Mia, pada sebuah pertemuan mendadak di sebuah warung kopi dan pada acara mensyukuri hari lahir Zia (dibandingkan dengan frekuensi pertemuan saya dengan para Mahmoud lainnya, ini sangat sedikit sekali). Setelah kembali dari Bone, saya kira ia akan beristirahat sejenak dari kegiatannya berteater. Namun ternyata tidak demikian. Ia langsung terlibat dalam sebuah proyek pementasan naskah Cakar Monyet (yang sempat saya tonton juga). Setelah mementaskan Cakar Monyet di Jakarta, ia kembali terlibat dalam penggarapan sejumlah pementasan.
Ada banyak hal yang saya pelajari dari perjalanan Mia. Salah satunya, untuk sebuah pementasan berdurasi satu sampai dua jam, dibutuhkan latihan berbulan-bulan. Ini selalu mengingatkan saya bahwa kita tak bisa menilai sesuatu dari apa yang kita lihat saja, tanpa mengetahui latar belakang atau apa yang ada dibaliknya. Kita tak boleh serta-merta meremehkan seseorang atau sesuatu hanya berdasarkan apa yang kita lihat atau dengar. Mungkin saja di balik apa yang kita lihat atau dengar selama beberapa saat itu telah ada usaha dan perjuangan sangat keras atau sebuah proses yang sangat panjang. Intinya, saya jadi selalu teringatkan untuk tidak menilai segala sesuatu dari hasil, melainkan dari prosesnya.
Demikianlah, menonton Mia bagi saya berarti mengingatkan diri untuk duduk diam menikmati pertunjukan. Penonton tidak berhak protes atas tontonan yang disajikan (di atas panggung maupun dalam kehidupan), sebab penonton bukan pemain. Kalaupun seorang penonton tidak puas atas apa yang ditontonnya, ia tidak berhak menghakimi pemain, sebab ia tak merasakan apa yang dirasakan oleh pemain tersebut. Mudah-mudahan kalian mengerti maksud saya.
Siang tadi, saya menerima sebuah undangan lagi dari Mia untuk menonton pementasan naskah berjudul Reformasi yang digarap oleh Teater Tarian Mahesa (semoga saya tak salah tulis) pada tanggal 21 Mei 2014 pukul 19.30 di kebun seni (pelataran kebun binatang Bandung). Apapun pertunjukannya, menonton Mia akan selalu menyenangkan sebab, selain kesempatan untuk bertemu muka dan saling sapa, selalu ada yang bisa saya pelajari dari tontonan tersebut, bahkan meski Mia hanya terlibat di belakang panggung.
Selamat sore.
MLTR- Nothing to Lose
There are times when you make me laugh
there are moments when you drive me mad
there are seconds when I see the light
though many times you made me cry
There's something you don't understand
I want to be your man
Nothing to lose
your love to win
hoping so bad, that you'll let me in
I'm at your feet
waiting for you
I've got time and nothing to lose
There are times when I believe in you
these moments when I feel close to you
there are times I think that I am yours
though many times I feel unsure
There's something you don't understand
I want to be your man
Nothing to lose
your love to win
hoping so bad, that you'll let me in
I'm at your feet
waiting for you
I've got time and nothing to lose
I'll always be around you
keep an eye on you
'cause may patience is strong
there are moments when you drive me mad
there are seconds when I see the light
though many times you made me cry
There's something you don't understand
I want to be your man
Nothing to lose
your love to win
hoping so bad, that you'll let me in
I'm at your feet
waiting for you
I've got time and nothing to lose
There are times when I believe in you
these moments when I feel close to you
there are times I think that I am yours
though many times I feel unsure
There's something you don't understand
I want to be your man
Nothing to lose
your love to win
hoping so bad, that you'll let me in
I'm at your feet
waiting for you
I've got time and nothing to lose
I'll always be around you
keep an eye on you
'cause may patience is strong
and I won't let you run
'cause you are the only one
Nothing to lose
your love to win
hoping so bad, that you'll let me in
I'm at your feet
waiting for you
I've got time and nothing...
your love to win
hoping so bad, that you'll let me in
I'm at your feet
waiting for you
I've got time and nothing...
Saturday, May 17, 2014
Kebetulan
Otak saya sedang menolak untuk diajak melakukan perenungan mendalam. Ia sedang lelah. Saat ini ia hanya mau dan mampu menghubungkan titik-titik dan potongan-potongan konsep di level yang paling superficial. Keterhubungan pada tataran bentuk. Ia sedang tidak dalam kondisi prima untuk menelaah hubungan pada tataran esensi. Jadi, saat ini, saya hanya akan menuliskan sejumlah hal remeh-temeh yang kebetulan mampir di pikiran saya sejak beberapa hari kemarin.
Menurut saya, konsep kebetulan (coincidence) merupakan salah satu konsep yang muncul dari kebutuhan manusia akan makna (kebutuhan untuk memaknai). Manusia merasa perlu memberikan makna dan menghubung-hubungkan agar tercipta suatu gambaran besar karena manusia memerlukan makna dan kerangka untuk memahami pengalamannya. Ketika ada sejumlah kejadian acak yang setelah difilter ternyata bisa dianggap memiliki hubungan (se-arbitrer apapun hubungan itu) oleh pikiran, konsep kebetulan pun menjelma.
Ada tiga definisi kebetulan dalam KBBI: 1. tidak dengan sengaja terjadi, 2. tepat atau kena benar (dengan tidak sengaja); misalnya dalam kalimat 'Ia kebetulan sedang keluar ketika rumahnya kebakaran,' dan 3. keadaan yang terjadi secara tidak terduga. Dari ketiga definisi ini, kita bisa menyimpulkan bahwa suatu kejadian bisa dikategorikan sebagai kebetulan jika tidak ada unsur kesengajaan dan/atau perencanaan (ekspektasi) manusia yang mengalaminya.
Saya sendiri lebih senang mengartikan kebetulan dari kata bahasa Inggrisnya, coincidence. Kita bisa melihat kata ini sebagai kata bentukan dari co-incident atau coincide. Keduanya memiliki makna yang kurang lebih sama. Yang pertama, co-incident, maknanya adalah suatu kejadian yang terjadi bersamaan dengan atau menyertai (co-) suatu kejadian (incident) lain. Sementara yang kedua, coincide, bermakna: menempati posisi atau area yang sama pada suatu ruang atau waktu. Di sini, yang menjadi penekanan adalah pada adanya dua hal (atau kejadian) yang terjadi pada waktu atau ruang yang sama, bukan pada unsur kesengajaan pihak-pihak yang terlibat pada kejadian tersebut. Saya lebih menyenangi definisi yang ini karena penekanannya pada kejadian tidak menihilkan kemungkinan keterlibatan kesengajaan (pola/rancangan/peta/kerangka) pihak yang lebih besar (yang dalam keyakinan saya adalah Tuhan).
Kebetulan, ada sejumlah kebetulan yang saya amati pada beberapa hari kemarin:
1. Saya sedang memperkenalkan Zia pada Purnama, kebetulan, pada purnama bulan ini, saya bertemu kembali dengan seseorang yang saya identikkan dengan purnama pada referensi memori saya.
2. Saya sedang memikirkan dan merumuskan gagasan tentang intertekstualitas semesta (saling keterhubungan dalam skala yang lebih besar) semalam. Kebetulan, ketika saya sedang menonton salah satu serial tv, salah satu tokohnya menguraikan gagasan yang sama (Jemma Simmons dalam Marvel's Agents of S.H.I.E.L.D mengutip hukum pertama termodinamika, mengenai energi yang tidak hilang melainkan hanya berubah).
3. Saya sedang benar-benar meyakini konsep karma-dharma, yin-yang, keseimbangan semesta, yaitu bahwa semesta selalu berusaha kembali ke keadaan seimbang. Kebetulan, ketika saya mengobrol dengan sejumlah teman, keyakinan saya dipertegas oleh sebuah bukti cerita yang muncul secara tiba-tiba.
4. Akun Wifi yang biasa tim saya gunakan di tempat kerja tiba-tiba bermasalah dan tidak bisa digunakan lagi. Kebetulan, istri saya baru mengaktifkan paket internet dengan menggunakan salah satu provider yang kebetulan memberikan sebuah akun wifi baru yang bisa saya gunakan di tempat kerja.
5. Saya sudah dua hari pulang terlalu malam, sehingga ketika tiba di rumah, Zia sudah terlelap dan saya tidak sempat membacakannya cerita. Tapi, kebetulan, dua malam ini ia mengigau dan dalam kondisi setengah sadar ia meminta saya membacakan buku favoritnya. Ketika cerita telah melewati bagian yang ia senangi, ia pun terlelap kembali tanpa basa-basi.
Mungkin masih ada sejumlah kasus kebetulan lain yang sempat saya lihat, tapi saat ini otak saya tidak bisa mengingat selain yang sudah saya tuliskan diatas. Jadi, saya kira sekian saja. Kebetulan, sudah mulai banyak pengunjung lagi yang harus saya layani.
Selamat siang.
Friday, May 16, 2014
Over (another) Coffe
Semalam, Mahmouds kembali berkumpul. (Mahmouds adalah sebuah nama yang dipilih secara acak berdasarkan celetukan yang dulu sering kami keluarkan, oleh saya nama itu kemudian dijadikan singkatan dari 'merely a human motivated on useful deeds' agar memiliki makna. Demikianlah saya dan teman-teman menyebut keluarga kecil kami dengan harapan kami bisa benar-benar berguna.) Kemarin, saya memang sedang suntuk, jadilah saya menggulirkan sebuah rencana dengan tujuan akhir agar saya bisa mengobrol bersama teman-teman. Saya mulai dengan mengabarkan kepada Citra bahwa saya sudah mengunduh episode terbaru dari beberapa serial tv yang sama-sama kami ikuti. Saya tahu bahwa Citra pasti akan ingin segera menontonnya dan karena Citra bekerja, ia pasti akan meminta suaminya, Gege, untuk menjemput file-file tersebut ke tempat saya bekerja. Saya sudah cukup kenal Gege untuk tahu bahwa ia enggan bepergian sendirian, dan saya tahu ia pasti akan mengajak serta Oom Arun. Saya sudah cukup hapal pola dan mekanismenya, keberadaan Oom pasti akan mengundang Tew juga. Selebihnya, tinggal menghubungi Erin dan Mia. Jadilah semalam kami berkumpul, saya, Dilla, Gege, Oom, Tew, dan Erin, serta Nurul yang dibawa oleh Oom. Citra tak ikut karena bekerja, Mia sedang membereskan kegiatan teaternya, Black lupa saya kabari.
Pada pertemuan terakhir, saya menginisiasi sebuah usaha untuk memunculkan kembali komunikasi yang berkualitas. Saya mengajak teman-teman untuk sama sekali tidak memeriksa telepon pintar kami ketika kami berkumpul, kecuali jika jelas bahwa ada yang menghubungi. Saya tidak mau kami benar-benar total mengabaikan perangkat komunikasi tersebut karena saya tahu beberapa dari kami sangat mengandalkan device guna kepentingan usaha. Jika memang ada telepon masuk dan kami abaikan, saya tak mau itu berakibat fatal. Jadi kesepakatannya adalah, semua perangkat diletakkan di meja dan dibiarkan. Orang pertama yang memeriksa perangkatnya (tanpa indikasi jelas bahwa ada yang menghubunginya lewat perangkat tersebut) harus membayar setengah dari jumlah bill kami semua. Saya merasa perlu melakukan ini bukan hanya untuk memperoleh kualitas obrolan, menikmati kebersamaan kami, tapi juga untuk mencegah diri sendiri agar tidak terjebak ke dalam tren terkini dimana memeriksa device setiap beberapa menit merupakan sebuah norma.
Obrolan-obrolan kami semalam adalah obrolan ringan. Sekedar menghabiskan malam bersama teman-teman dan melepaskan penat dalam pikiran.
Pada akhir pertemuan, saya mendapat sebuah kabar. Karma, yaitu balasan atas suatu tindakan yang mungkin (mungkin juga bukan) merupakan konsekuensi langsung tindakan tersebut (bahkan seringkali justru tidak ada korelasi antara tindakan dengan pembalasan tersebut), terjadi. Ini definisi karma menurut saya. Menurut KBBI, karma adalah 1. perbuatan manusia ketika hidup di dunia dan 2. hukum sebab akibat. Saya tak mau menceritakan rinciannya karena ini adalah kisah orang lain yang sifatnya (menurut saya) teramat sangat pribadi. Tapi inti dari ceritanya adalah ini, ia yang mengirimkan luka pada gilirannya memperoleh luka, dan kami, para penyaksi, memperoleh tawa. (Tawa memang bukan reaksi dewasa pada kasus ini, tapi saya tak peduli. Saya tertawa bukan karena ia luka, saya tertawa karena ironi semesta selalu lucu dan sebab keyakinan saya benar: kita tak perlu melakukan apa-apa untuk membalas seseorang, cukup diamkan saja. Semesta akan membalasnya untuk kita.) Semoga ia belajar dari apa yang ia alami.
Kopi malam tadi bisa membuat kepenatan saya sejenak mereda. Masih akan ada lagi, saya tahu, tapi untuk saat ini, cukup dulu.
Selamat siang.
Wednesday, May 14, 2014
Bahagia Pinjaman dan Masa Lalu
Selamat sore,
Saya sudah cukup dewasa untuk tahu bahwa apa-apa yang pribadi harus disimpan dekat hati dan ranah publik adalah untuk ide-ide yang berguna saja. Tapi untuk kali ini, biarkan saya berbagi.
Saya adalah salah satu yang hidup di masa lalu. Maksudnya, semua makna diri saya telah saya masukkan ke mesin waktu dan saya tinggalkan disana, pada titik itu. Saya kuburkan pada titik ketika saya memutuskan untuk maju. Sejak titik itu, makna diri saya tak lagi ada, saya tak lagi berarti apa-apa bagi diri saya sendiri. Saya mungkin berarti bagi orang lain, bagi dunia, bagi sesuatu yang ada di luar diri saya, tapi tidak bagi diri saya. Saya memilih seperti ini sebab saya lebih bahagia seperti ini, mencangkokkan kebahagiaan diri pada kebahagiaan orang lain, bahagia pinjaman dari orang-orang yang memang berarti.
Saya tak pernah lagi peduli pada kebahagiaan diri sendiri, sebab saya merasa bahwa diri saya tidaklah penting bagi skema keseluruhan semesta ini. Saya masih ada hanya untuk berusaha membahagiakan mereka yang saya anggap pantas bahagia. Berusaha berkontribusi pada semesta dengan berusaha membantu mereka. Mungkin yang saya lakukan tetap sama sekali tak berarti bagi semesta, tapi setidaknya saya bisa bahagia ketika saya bisa membantu mereka untuk tersenyum. (Mereka disini adalah segelintir orang yang kebetulan saya temui dalam perjalanan saya dan kebetulan sedang berada dalam masalah. Sebab saya merasa bahwa dunia sudah cukup banyak masalah, saya berusaha meringankan masalah mereka. Dan sebab saya paling tidak bisa melihat mata yang luka, apalagi jika mata itu saya kenal.)
Saya hidup dalam masa lalu. Dan kebahagiaan sejati saya berada pada para masa lalu itu. Masa lalu yang saya simpan dalam kotak memori. Dan tidak ada yang lebih menghancurkan saya daripada ketidakmampuan untuk membantu mereka mencapai bahagia, apapun definisi bahagia bagi mereka.
Tuesday, May 13, 2014
Tentang Pertanyaan dan Pilihan
Beberapa waktu lalu saya mendengar dua pertanyaan yang diajukan oleh dua orang berbeda. Terlepas dari kepada siapa pertanyaan itu diajukan (sebenarnya lebih ditujukan kepada semesta, saya rasa), saya merasa tertarik untuk memikirkan jawabannya.
1. Dari mana romantisme itu seharusnya bermula?
Saya berusaha merumuskan jawaban untuk pertanyaan ini, meski saya masih belum bisa mengatakan bahwa saya berhasil menemukannya. Ini adalah salah satu fenomena yang sulit dijelaskan, hanya bisa dialami.
Dari apa yang saya baca, (for references to what i read, just google the key words 'what happens when we fall in love') pada dasarnya kita jatuh cinta untuk meneruskan kelangsungan keberadaan kita. Singkatnya, proses terpesona, jatuh cinta, dan mencintai adalah bagian dari rantai reproduksi manusia yang memiliki tujuan akhir untuk mempertahankan kelangsungan hidup spesiesnya.
Meski demikian, manusia adalah makhluk yang berpikir dan memerlukan konseptualisasi untuk memahami pengalamannya. Maka, proses yang sejatinya bersifat teknis praktis dan biologis tersebut perlu diberikan sentuhan romantisasi agar bermakna lebih dari sekedar bagian pengalaman reproduksi. Inilah yang melahirkan konsep 'jatuh cinta', 'romantisme', 'hubungan romantis', 'hubungan bermakna', dan sebagainya.
Ketika muncul pertanyaan dari mana romantisme itu seharusnya berawal, maka kita perlu menelusuri proses ini (baik dengan bumbu romantisme maupun tidak) sampai ke awalnya. Ada tiga proses atau tahap yang umumnya dialami ketika seseorang jatuh cinta; ketertarikan (attraction), keterikatan (attachment), dan komitmen (commitment). Masing-masing tahap ini memiliki level keterlibatan emosi dengan tingkat kedalaman berbeda-beda. Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita perlu mengamati proses ini di level yang paling awal, yaitu ketertarikan.
Kenapa kita tertarik (suka) pada seseorang lebih dari orang lainnya? Apa sebenarnya yang membuat kita 'suka'? Jawabannya, menurut para ahli psikologi dan ahli perilaku serta ahli hormon, berada pada tataran bawah sadar pikiran kita. Pengalaman dan proses pertumbuhkembangan kita baik secara fisik maupun emosional pada akhirnya akan memunculkan sebuah peta atau kerangka (template) mengenai pasangan ideal. Kerangka ini, dan proses pembentukannya, mungkin kita sadari mungkin juga tidak, tapi ia ada. Sebagian besar psikolog sepakat bahwa kita mendasari pembentukan kerangka ideal partner ini pada figur orangtua atau sosok dominan yang dekat dengan kita pada masa kecil. Mereka menyederhanakan faktor-faktor pembentuk ini menjadi tiga unsur utama: penampilan (appearance), kepribadian (personality), dan hormon (lebih spesifik lagi, hormon feromon).
Mengenai penampilan, para peneliti menemukan bahwa kita cenderung tertarik pada orang yang penampilannya mengingatkan kita pada orangtua kita (atau sosok dominan masa kecil) atau bahkan pada diri kita sendiri. Secara bawah sadar, ketika kita melihat seseorang di kerumunan orang, kita secara otomatis menganalisis fitur-fitur penampilannya dan membandingkan dengan fitur-fitur yang kita akrabi (entah dari orangtua, sosok dominan, maupun dari diri kita sendiri). Semakin banyak fitur yang kita kenali, akan semakin tertarik pula kita kepada orang tersebut.
Hal yang sama juga berlaku untuk kepribadian (personality). Semakin banyak sifat (termasuk didalamnya sense of humor, kesukaan dan ketidaksukaan, selera musik, dsb) yang kita akrabi, semakin cocok orang tersebut dengan template yang kita miliki, dan akan semakin menarik pula ia bagi kita.
Faktor ketiga yang bersifat hormonal, mempengaruhi kerangka pasangan ideal kita dengan cara yang sedikit berbeda. Meski masih ada sejumlah perdebatan mengenai keterlibatan feromon dalam proses 'jatuh cinta', tapi saya rasa ini perlu disebutkan disini. Feromon (pheromone) adalah hormon yang secara literal berarti pembawa ketertarikan (excitement carrier, dari bahasa Yunani pherein dan hormone). Zat ini merupakan semacam sidik bau (bayangkan sidik jari tapi berupa aroma) yang membantu hewan dan manusia menentukan mana individu yang paling cocok untuk dijadikan pasangan berdasarkan perbedaan tingkat dan jenis kekebalan tubuhnya. Individu yang memiliki sistem imun tubuh yang cukup berbeda dengan sistem imun tubuh kita akan lebih menarik. Hal ini merupakan salah satu rancangan alam untuk memastikan bahwa suatu spesies memiliki kemungkinan besar untuk memperoleh keturunan yang sehat, karena sistem imun kedua orangtuanya cukup beragam. Feromon tidak berbau, tapi organ penciuman kebanyakan hewan dan manusia (meski tidak semua) memiliki veromonasal organ, yaitu organ di dalam hidung yang mampu mendeteksi feromon.
Ketiga hal inilah yang mempengaruhi ketertarikan kita pada seseorang. Ketertarikan ini kemudian akan memunculkan keterikatan (attachment) jika ditindaklanjuti, yang pada gilirannya akan berkembang menjadi sebuah hubungan berkomitmen (commitment) ketika kedua individu yang terlibat memutuskan demikian.
Kembali ke tujuan semula. Untuk menjawab pertanyaan darimana romantisme seharusnya bermula, kita perlu mendefinisikan dulu kata 'romantisme'. Jika Anda mendefinisikan kata 'romantisme' pada pertanyaan ini sebagai hubungan yang didasari cinta antara dua individu manusia, maka pemaparan saya diatas bisa menjawab pertanyaan ini. Romantisme itu bermula dari kerangka mengenai pasangan ideal yang tersimpan di alam bawah sadar pikiran manusia dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang bertujuan untuk memastikan keberlangsungan hidup spesies manusia. Jika Anda mendefinisikan 'romantisme' sebagai sesuatu yang lain, maka maaf, penjabaran dan pendekatan yang saya gunakan dalam tulisan ini tidak bisa memberi jawaban untuk Anda.
2. Kenapa kita tidak bisa memilih pada siapa kita jatuh cinta?
Ini juga pertanyaan yang cukup sulit untuk dijawab. Berdasarkan pada pemaparan saya untuk pertanyaan pertama, pada dasarnya kitalah yang memilih kepada siapa kita jatuh cinta. Hanya saja, kita memang tidak bisa mengendalikan atau menentukan pilihan tersebut. Bingung? Paradoksal memang, tapi biar saya jelaskan. Sederhananya, konsep kendali adalah konsep yang berada pada tataran sadar, yaitu kemampuan otak dan tubuh untuk menentukan arah suatu objek yang berada diluar dirinya. Memiliki kendali berarti memiliki kemampuan untuk menentukan arah objek tersebut.
Dengan kerangka pemahaman bahwa jatuh cinta merupakan bagian dari rangkaian proses reproduksi manusia, maka sejatinya yang memilih kepada siapa kita jatuh cinta memang adalah diri kita sendiri, berdasarkan template bawah sadar yang kita miliki (seperti yang saya paparkan di atas). Tahap ketertarikan kemudian akan berevolusi menjadi keterikatan ketika emosi yang terlibat semakin besar dan dalam. Pada tahap keterikatan ini (attachment) yang menjadi pemeran utama masih diri kita sendiri, dalam artian bahwa terlepas dari apakah objek ketertarikan kita balas menyukai kita juga atau tidak, emosi kita telah tumbuh ke level yang lebih dalam, yaitu level dimana kita merasa (kebahagiaan) kita terikat pada objek tersebut. Jika ada respon dan kesepakatan dengan objek rasa suka kita, maka tahap keterikatan mungkin bisa berkembang ke level selanjutnya, yaitu komitmen.
Kenapa kemudian muncul anggapan bahwa kita tidak bisa memilih kepada siapa kita jatuh cinta, saya rasa jawabannya adalah jelas. Kita memilih berdasarkan kerangka bawah sadar, dan kerangka tersebut terbentuk diluar kendali kita. Kerangka ini muncul dan berubah berdasarkan rangkaian pengalaman yang terinternalisasi oleh pikiran bawah sadar kita sejak kecil hingga seterusnya. Karena bukan pikiran sadar kita yang membentuk kerangka ini, maka kesan yang muncul di pikiran sadar adalah kita tidak memiliki kemampuan untuk menentukan kepada siapa kita jatuh cinta. Ini sebenarnya hanya salah satu ilusi pikiran. Jika kita mau bercermin dan merefleksi, niscaya kita akan sadar bahwa kita tidak perlu seratus persen mempercayai apa yang dikatakan oleh pikiran sadar kita dan lebih meyakini serta menerima apa yang ditawarkan oleh alam bawah sadar kita. Kita yang memilih pada siapa kita jatuh cinta, meski memang bukan kita yang mengendalikan pilihan tersebut.
Saya rasa, pemaparan ini bisa sekaligus menjawab (menjelaskan) kemunculan konsep 'jodoh di tangan Tuhan'. Intinya, alam bekerja sedemikian rupa untuk membentuk suatu kerangka bagi diri kita guna menentukan pilihan kepada siapa kita akan jatuh cinta (bahasa teknisnya: siapa yang paling cocok untuk dijadikan pasangan dalam meneruskan kelangsungan hidup manusia), dan karena alam selalu bekerja dalam kerangka yang lebih besar dari satu individu manusia, kita tidak selalu bisa memahami dan menyadari kekuatan yang menggerakkan kita atau tujuan pergerakan tersebut.
Demikianlah usaha saya untuk menjawab dua pertanyaan yang saya dengar diajukan (mungkin kepada semesta), dengan harapan mudah-mudahan apa yang saya sampaikan tidak terdistorsi oleh cara penyampaian yang membingungkan.
Sebagai penutup, jangan menganggap apa yang Anda baca disini sebagai kebenaran (atau bahkan sebagian benar) karena hidup tidak bisa dikondensasi lewat satu kerangka saja. Lihatlah tulisan ini sebagai sebuah cermin, dimana jawaban yang saya tawarkan bisa terpantul sebagai pertanyaan di pikiran Anda. Terima kasih.
Selamat siang.
Subscribe to:
Posts (Atom)
About Me

- Verly Hyde
- seorang separuh autis yang memandang dunia dari balik kaca jendelanya. ia duduk diam mengamati,membaca dan menafsir tanda, mencari makna.