Kawan, kau ingat segelas kopi dan obrolan
Yang kau belikan untukku pada perpisahan itu?
Kau bilang, semesta punya rencana, dan kita
Tak boleh mati percuma.
Jadi, malam ini kuminta, jangan dulu mati.
Luka-luka pada kakimu yang tak henti berlari sejak dulu
Mungkin tak akan sembuh.
Liang-liang pada hatiku yang tak henti mencari sejak dulu
Mungkin tak akan utuh.
Tapi pencarian-pelarian kita adalah jatah peran dari semesta
Jadi, jangan dulu mati.
Aku tak tahu apa rasanya tak bisa lagi melangkah
Ketika makna hidup kau susun dari jejak,
Sebagaimana kau tak tahu rasanya mencinta dengan hati yang tak sampai separuh
Sementara cinta adalah nyawa.
Tapi, lukamu dan hampaku adalah sama, sebenarnya
Bukti bahwa kita sedang perang, sendiri-sendiri, melawan kematian tak bermakna
Jadi, jangan dulu mati.
Langit menyalakan matahari, lalu bintang dan purnama
Untuk jadi petunjuk jalan agar kita tak lupa mengemas luka dan menutup kekosongan
Lalu beranjak pulang,
Menemui ia yang jadi alasan kenapa kita masih ada.
Jadi, jangan dulu mati, kawan.
Jangan berhenti berjuang.
Aku masih berhutang segelas kopi dan sebuah obrolan
Pada pertemuan.
Kutulis untuk mereka yang merasa sendirian dan kelelahan dalam perjalanan; kau tak benar-benar sendiri, kawan.
No comments:
Post a Comment